Beberapa bulan lalu, tepat di saat pandemi hadir, aku mendapat rekomendasi drama korea yang katanya epic. Reply 1988. Aku yakin, kalian pasti sering mendengar atau membaca tentangnya akhir-akhir ini. Aku pribadi  mendengar judulnya pertama kali disebut dalam salah satu vlog Gita Savitri. Tapi ku pikir itu film yang sama dengan 1987: When The Day Comes (berbeda satu tahun) yang juga menceritakan Pemberontakan Demokrasi Juni yang dilakukan mahasiswa, yang juga berkelindan dengan Pembantaian Gwangju. Dian Sastrowardoyo juga pernah mengulik film ini bersama Leila S. Chudori. Setelah mendengar Leila S. Chudori merekomendasikan drakor ini sebagai drama dengan latar belakang sejarah, aku langsung pergi menontonnya.

Serial televisi Korea Selatan ini ditayangkan pada 2015 dalam 20 episode yang padat. Drakor bertema keluarga dan persahabatan ini dibintangi oleh Lee Hyeri (Sung Deok Sun), Go Kyung Pyo (Sung Sun Woo), Ryu Jun Yeol (Kim Jung Hwan), Park Bo Gum (Choi Taek), dan Lee Dong Hwi (Ryu Dong Ryong). Kelimanya bersahabat sejak kecil dan tinggal di lingkungan yang sama, sebuah gang kecil yang diliputi kehangatan keluarga di Ssangmungdong. Orang tua mereka pun bersahabat dengan baik layaknya keluarga. Bahkan di pernikahan salah satu dari mereka, kelima keluarga ini berfoto bersama keluarga besar mempelai. Ini menunjukkan betapa keharmonisan mereka dalam bertetangga membuat mereka menjadi keluarga satu sama lain.

Drama ini diawali dengan sangat menarik. Kita diperkenalkan dengan budaya keluarga mereka yang saling bertukar makanan dengan satu sama lain. Sungguh menyenangkan melihatnya. Terlebih di saat kita sudah mulai meninggalkan budaya itu dan membuat sekat yang begitu tinggi dengan para tetangga. Kita seakan digiring masuk untuk merindukan momen dimana kita masih saling peduli.

Kelima keluarga itu memiliki kondisi yang berbeda. Jung Hwan terlihat yang paling beruntung di antara yang lain. Ia tinggal di rumah yang mewah bersama ayahnya yang konyol, ibunya yang sebal dengan kekonyolan suaminya, dan kakaknya, Jung Bong, yang selalu gagal mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Kekonyolan sang ayah tidak bisa masuk di logika siapapun di keluarga ini kecuali Deok Sun. Di bawah rumahnya, tinggallah Deok Sun bersama ayahnya yang pengiba, ibunya yang penyayang, Bo Ra (kakak perempuannya) yang galak, dan No Eul (adiknya) yang terlihat 10 tahun lebih tua dari usia sebenarnya. Meski sang ayah bekerja sebagai manajer di salah satu bank, mereka serba kekurangan karena suatu hal. Satu-satunya yang mereka banggakan adalah kecerdasan Bo Ra. Ia bisa masuk Universitas Seoul melalui jalur beasiswa, sementara kemampuan akademis adik-adiknya di sekolah tidak bisa diandalkan.

Di sebelah rumah mereka, Dong Ryong tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya. Kehidupan keluarganya tidak banyak diperlihatkan. Tapi jelas sekali bahwa Dong Ryong tidak mendapat kehangatan yang cukup di keluarganya. Kedua orang tuanya yang paling sibuk di antara keluarga geng Ssangmundong. Ayahnya seorang kepala sekolah sedangkan ibunya seorang workaholic yang mendapat julukan Ratu Asuransi. Beberapa scene menampilkan bahwa ia dididik cukup keras oleh ayahnya. Di suatu pagi di meja makan, Dong Ryong pernah berkata “Aku tak ingin selalu makan sendiri”. Ibunya yang saat itu hendak pergi bekerja menjadi luluh dan menemani Dong Ryong makan. Saat-saat dimana ibunya memberi sentuhan-sentuhan lembut, yang sangat jarang diterimanya, membuat Dong Ryong bahagia sehingga menampilkan sisi dirinya yang manja.

Di seberang rumah Dong Ryong, ada Choi Taek yang tinggal bersama ayahnya yang sangat kaku. Ia dan ayahnya sama-sama kaku sehingga rumah mereka selalu hening. Ayahnya dijuluki “beruang” oleh keluarga geng Ssangmundong. Satu-satunya pemecah keheningan di rumah ini adalah saat kelima sahabat itu berkumpul di kamar Taek. Choi Taek yang paling muda di antara yang lain namun ia yang paling terkenal. Ia seorang pemain baduk internasional. Aktivitasnya tidak senormal keempat sahabatnya yang lain. Meski terlihat lugu, ada banyak hal yang ia sembunyikan.

Yang terakhir, berada di sebelah rumah Choi Taek adalah Sun Woo bersama ibu dan adiknya (Jin Joo). Meski tidak terlahir di keluarga kaya, ia dididik dengan sangat baik. Terlihat dari caranya memperlakukan ibu dan adiknya. Punya anak ataupun kakak seperti Sun Woo adalah impian banyak orang.

Perbedaan menyatukan mereka. Tak jarang mereka iri satu sama lain. Mi Ran (ibu Jung Hwan) iri mengetahui Sun Woo selalu menceritakan apapun kepada ibunya sedangkan Jung Hwan selalu hanya diam setiap pulang sekolah. Il Hwa (ibu Deok Sun) dan Sun Young (ibu Sun Woo) iri pada Mi Ran yang punya banyak uang. Selalu ada kekurangan di sela kelebihan. Mereka sadar itu. Aku belajar banyak dari mereka. Seringkali aku membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang terlihat lebih baik. Tak ada habisnya memang. Bahkan seringkali hanya fokus pada perbandingan yang tidak seimbang, memberatkan pada kelebihan orang lain tanpa melihat kekurangan yang bisa jadi justru kita miliki.

Aku pribadi tertarik dengan drama ini karena berlatar sejarah politik pada masa itu. Salah satu anggota keluarga geng Ssangmundong, Bo Ra, terlibat secara langsung dalam Gerakan Demokratis Juni. Bukan hanya menjadi demonstran biasa, ia bahkan menjadi salah satu otak demonstrasi. Dalam salah satu scene dimana Jung Bong sedang berada di kuil, ia bertemu dengan Presiden Chun Doo Hwan, aktor utama dalam Pembantaian Gwangju yang berkelindan dengan pemberontakan mahasiswa pada masa itu. Segala pembicaraan atau diskusi terbuka yang berkaitan dengan Pembantaian Gwangju sendiri telah dilarang selama bertahun-tahun. Mungkin pada saat drama ini ditayangkan, pelarangan mengenai Pembantaian Gwangju sudah tidak seketat dulu.

Selalu ada pelajaran dari apa yang terlintas di kehidupan kita. Bahkan dari hal kecil yang paling tidak kita sukai.

Meski bermula dari ketertarikan sejarah politik, ceritanya yang kental dengan nuansa keluarga justru memberikan daya tarik lebih. Aku belajar tentang arti keluarga. Entah seberapa sering kita bertikai dengan keluarga, rumah akan tetap menjadi satu-satunya tempat teraman. Meski seberapa besar pun penghasilan yang kita peroleh di perantauan, rumah tetap menjadi jalan pulang terbaik yang mampu melepas lelah dan beban.

Selain pelajaran hidup, aku juga menemukan satu per satu diriku hidup dalam cerita ini.

Sun Woo

Aku hidup dalam keluarga seperti yang dimiliki Sun Woo. Hidup tanpa sosok ayah membuatku merasa punya tanggung jawab untuk menjaga perasaan ibuku. Sun Woo selalu menyempatkan waktu untuk menikmati hidangan ibunya meski seringkali terlalu asin. Aku pun begitu. Tak ada sekalipun aku melewatkan masakan ibuku. Bahkan saat aku sudah berjanji untuk makan di luar dengan temanku, aku pasti meluangkan sedikit ruang dalam perutku untuk masakan ibuku. Tak pernah ku biarkan masakan ibuku terbuang sia-sia. Aku pun beruntung. Masakan ibuku sangat enak.

Meski hidup tanpa ayah, baik aku maupun Sun Woo mendapat cukup cinta dari sosok ibu sehingga kami tumbuh menjadi anak baik. Tak apa kan memuji diri sendiri? Aku merasa sudah cukup baik saat ini. Setidaknya kami tahu bagaimana memperlakukan orang yang lebih tua.

Sungguh mengharukan saat Sun Woo melihat ibunya bekerja sebagai tukang bersih-bersih di sebuah pemandian. Melihat dengan mata kepala sendiri bahwa ibu kita bekerja dengan sangat keras untuk memenuhi kebutuhan kita adalah suatu hal yang menyakitkan. Tapi baik aku maupun Sun Woo merasa tak bisa memperbaiki apapun di usia kami. Yang bisa kami lakukan hanya berpura-pura tak mengetahuinya sampai kami bisa membuatnya berhenti berkerja keras dan menikmati sisa hidupnya.

Deok Sun

Sebagai anak tengah, Deok Sun merasa punya kewajiban untuk menjadi penengah di antara keluarganya. Ia harus menghormati kakak perempuannya sekaligus menyayangi adiknya. Aku pun begitu. Aku selalu berada di antara ibu dan kakak laki-lakiku. Selalu merasa punya kewajiban untuk menjadi penyatu bagi mereka berdua agar keluarga kecil kami tetap stabil. Sama seperti Deok Sun, menjadi penengah seringkali melelahkan. Tapi selalu ada kekuatan untuk tetap berdiri.

Jung Hwan

Aku suka dengan kepribadian Jung Hwan. Ia manis dalam diam. Ia yang paling peka di lingkungannya, baik lingkungan persahabatan maupun keluarga. Sungguh manis saat dia menulis nama Korea Mi Ran di paspor agar ibunya bisa membacanya, karena ia tahu ibunya tak bisa membaca dalam tulisan selain Korea. Bahkan saat kakaknya bilang bahwa pilot adalah pekerjaan yang keren,  dia kemudian memutuskan untuk menjadi pilot. Tetap bahagia saat membahagiakan orang lain adalah sesuatu yang menurutku luar biasa. Tidak, aku tidak sebaik itu. Pribadiku yang ku rasa hadir di diri Jung Hwan adalah kesulitannya menyatakan perasaan. Sungguh sulit menampilkan perasaan meski kepada ibu sendiri. Tanpa kata-kata, aku dan Jung Hwan lebih memilih mengungkapkannya dengan perbuatan.

Tak hanya tentang keluarga. Drama ini juga menampilkan kisah cinta di antara mereka. Deok Sun yang pada mulanya menyukai Sun Woo, kemudian diketahui menyukai Jung Hwan dan Choi Taek. Meski beberapa penonton kecewa dengan akhir kisah cinta mereka, aku pribadi puas dengan pilihan Deok Sun meski harus menyakiti salah satu di antara mereka. Drama ini juga penuh dengan komedi. Dengan mudahnya drama ini membolak-balikkan emosi dari menangis hingga tertawa. Terlebih saat secara tiba-tiba ada suara kambing di sela dialog mereka.

Drama ini yang terbaik dari semua drama yang pernah ku tonton.