Photo by Klugzy Wugzy on Unsplash

 

Februari, Sebuah Permulaan  – hari kesembilan

Aku masih terdiam, menatap pilu manusia yang berlalu-lalang menebar kebermanfaatan. Bisa aku bergabung bersama kalian? Lima kata, satu kalimat, dibalut tanya, yang ingin kusampaikan pada satu per satu mereka yang tak membiarkan kota ini hening. Tapi lidah ini kelu. Seakan tubuh tak menginginkan. Diam, jangan banyak bergerak. Biarkan aku tenang. Kira-kira seperti itu yang disampaikan tubuhku, hingga mulut ini tak kuasa berucap.

Jalanan di hadapanku semakin ramai kelebatan manusia. Aku semakin terasing di tengah manusia yang menebar kebermanfaatan. Mereka terlalu cepat, hingga aku rasanya ingin aspal yang kupijak ini menelanku saja.

Kau bodoh!

Pengecut!

Sudahlah, enyah saja!

Mati!

Tidak ada gunanya kau tetap hidup.

Siapa yang mengatakan itu semua? Bukan aku, sungguh. Aku hanya diam menatapi manusia-manusia itu.

Pulanglah saja!

Tidur!

Nikmati kenyamananmu!

Siapa mereka? Astaga, kepalaku hampir pecah karena suara itu.

Tiba-tiba semua gelap, dan terlambat.

 

==

Tulisan lainnya dalam kompilasi bertajuk “Februari, Sebuah Permulaan”
Latar belakang : Februari, Sebuah Permulaan
Hari pertama : Mendamba Motivasi
Hari kedua : Loncatan Spiritual Seekor Katak
Hari ketiga : Eksklusivisme Agama dan Pemikiran
Hari keempat : Meniadakan Kehilangan
Hari kelima : Sepragmatis Orang-orang Tua
Hari keenam : Keluarga yang Tak Sempurna
Hari ketujuh : Orang yang Berharga
Hari kedelapan : Berkontribusi